Rabu, 12 Maret 2014

Dialog Rakyat untuk Bangsa: Kesejahteraan TKI Terus Membaik

Jakarta - Wakil Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP-PD) Laksda TNI (Purn) Fadjar Sampurno menegaskan, di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,  kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terus membaik. Hal itu dinyatakan Fadjar Sampurno  dalam acara “Demokrasi Kita: Dialog Rakyat untuk Bangsa” yang mengangkat topik “Peningkatan Kualitas TKI sebagai Duta Negara Penghasil Devisa” di Sekretariat   DPP-PD lantai 1,  Graha Kramat 7, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat,  Senin, 10 Maret 2014.

Diskusi, yang digelar hampir setiap hari usai makan siang tersebut, menampilkan Fadjar Sampurno yang juga Calon Legislatif DPR-RI 2014-2019 dari Partai Demokrat untuk  Dapil  DKI Jakarta 2; serta  dua pembicara yakni  Ketua Himsataki (Himpunan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia)  Rusdi Basalamah  dan  Hilmi Rachman Ibrahim (dosen Universitas Nasional Jakarta). Acara dipandu moderator Danang Sangga Buana (Anggota Komisi Penyiaran Indonesia).

Wajar jika Fadjar Sampurno sangat memahami kondisi TKI.  Setahun belakangan ini ia hampir tiap pekan blusukan  menemui para TKI di Malaysia, Singapura, Taiwan, atau Hongkong. Dari hasil blusukannya, Fadjar tahu bahwa mayoritas TKI di Singapura, Taiwan, dan  Hongkong bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Tetapi di Johor dan Kuala Lumpur umumnya bekerja di kilang atau pabrik. Sementara di Kucing banyak bekerja di perkebunan sawit.

Banyak dari para TKI itu bahkan sudah bekerja selama delapan tahun,. Padahal  tiga tahun saja bertahan berarti kerasan. Memang tidak ada TKI yang tidak rindu kampung halaman. Tetapi faktor besarnya penghasilan di luar negeri membuat mereka rela meninggalkan tanah air. Di Malaysia atau Singapura, rata-rata PRT  berpenghasilan Rp3-5 juta. Di Hongkong minimal Rp6 juta, bahkan ada yang Rp12 juta. Sabtu-minggu libur. Karenanya banyak TKI di Hongkong yang  kuliah S-1 atau  S-2. Tetapi mereka tetap bekerja sebagai  PRT  untuk membiayai kuliah.

Faktor penyebab tingginya jumlah TKI disebabkan permintaannya juga sangat tinggi.  Dunia butuh banyak tenaga kerja dan Indonesia mampu menyediakannya. Tak heran jika jumlah TKI  mencapai 6,5 juta dan bekerja di 142 negara (data Maret 2013).
Rusdi Basalamah menjelaskan, masih banyak masyarakat Indonesia yang berpenghasilan  minim di daerahnya sehingga upah kerja yang besar di luar negeri  tentu menarik minat mereka. Sayangnya, banyak diantara para TKI yang berpendidikan minim sehingga hanya bisa bekerja sebagai PRT.

Permasalahan lainnya, keluarga para calon TKI juga kerap memalsukan data, sehingga  TKI yang dikirim ada yang berada di bawah umur dan kekurangan lain.

Rusdi menyarankan agar pelatihan calon TKI diperkuat. Idealnya dilatih minimal 400 jam, standarnya 200 jam. Dengan demikian para calon TKI mumpuni secara fisik dan psikis. Pelatihan juga diperlukan agar ada gaji standar. Misalnya di Timur Tengah, gaji minimal 320 Dolar AS. Jika  TKI memiliki keterampilan memadai tentu bisa dibayar 500 Dolar AS.

Hilmi Rachman Ibrahim mengapresiasi  TKI dan Himsataki. Ia menekankan, sebaik-baiknya industri berbasis impor, tidak ada apa-apanya dengan kinerja TKI yang datangkan devisa. Impor mengeluarkan devisa tetapi TKI memasukkan devisa. Setahun terakhir  devisa yang dihasilkan TKI sekitar Rp100 triliun.
TKI adalah tulang punggung ekonomi pedesaan. Puluhan triliun rupiah dana TKI dikirimkan ke Indonesia tiap tahun (Semester I 2013 Mencapai Rp 36,89 Triliun) yang mayoritas ke pedesaan.
Karenanya negara harus semakin melindungi para TKI. Apalagi kesejahteraan TKI  berhubungan dengan martabat bangsa.

Acara “Dialog Rakyat untuk Bangsa”  mendapat sambutan hangat dan diliput belasan jurnalis,. Hadir dalam dialog itu, para pengurus harian DPP-PD, para Anggota FPD-DPR-RI, serta kader Partai Demokrat dan mahasiswa. (www.demokrat.or.id/TeamPD/Gs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar