Jakarta: Ketua Divisi
Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat Ulil
Abshar Abdalla mengatakan, ada pertanyaan publik, apakah demokrasi dan
agama dapat berjalan bersamaan. Demokrasi berdasarkan ide tentang
kedaulatan publik/manusia sementara agama berdasarkan ide tentang
kedaulatan Tuhan. Atas pertanyaan ini, Ulil menegaskan, keduanya dapat
jalan bersama.
“Saya melihat dalam sejarah modern ini,
hubungan antara agama dan demokrasi saling terhubung. Keduanya dapat
jalan bareng. Indonesia dan Turki merupakan dua negara yang dijadikan
contoh oleh negara-negara maju bahwa agama dan demokrasi dapat berjalan
bareng,” kata Ulil dalam diskusi Dialog Rakyat untuk Bangsa dengan topik
“Agama, Budaya dan Demokratisasi” di Sekretariat DPP-PD lantai 1,
Graha Kramat 7, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Maret
2014.
Selain Ulil Abshar, tampil sebagai pembicara Budayawan Radhar Panca
Dahana dan Direktur Program Pariwisata UI Dr Jajang Gunawijaya. Mereka
dimoderatori Teguh Imam.Ulil mengatakan, di Indonesia dan Turki, dua negara yang mayoritas penduduknya Muslim, demokrasi dapat berkembang pesat. Kalangan Islam di Indonesia dengan antusias mengikuti demokrasi ditandai dengan bermunculannya partai-partai Islam.
“Menurut saya kenyataan ini bagus sekali karena menunjukkan kaum muslimin di Indonesia sangat mendukung demokrasi,” Ulil menyatakan.
Ulil memaparkan, jalan demokrasi yang ditempuh Indonesia sudah baik sekali karena mendudukkan semua agama sama baiknya. Semua agama didukung kegiatan ibadahnya. Meskipun di kalangan masyarakat ada praktek-praktek intoleransi tetapi secara kerangka konstitusi masih dalam keadaan baik. Ada satu elemen dalam demokrasi yang disebut civil rights/political right atau hak-hak politik. Unsur penting dalam political rights adalah kebebasan untuk berkeyakinan (beragama). Negara tidak boleh mencampuri keyakinan dalam setiap penduduknya.
“Kesimpulan saya, agama dan demokrasi itu saling mendukung, saling mensupport, agama punya konstitusi yang positif dalam mensupport demokrasi. Demokrasi tidak saja tentang pemilu, legislatif, yudikatif dan eksekutif tapi demokrasi juga menyangkut nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat. Kalau di masyarakat berkembang nilai keagamaan yang mendukung demokrasi maka demokrasi akan punya akar yang kuat di masyarakat,” Ulil menjelaskan.
Jajang Gunawijaya, mengatakan budaya adalah konsep-konsep, ide-ide yg dimiliki oleh suatu komunitas. Suatu masyarakat untuk beradaptasi terhadap lingkungannya sehingga melahirkan ide-ide, bentuk-bentuk dan perilaku baru.
Radhar Panca Dahana menyampaikan, keliru kalau bangsa kita mengatakan sudah berkebudayaan hanya karena memiliki Borobudur. Sebab kita tidak terlibat dalam pembangunan Candi Borobudur yang sudah berusia 1500 tahun itu.
“Apakah kita semua saat ini sanggup membangun kembali bangunan megah seperti Candi Borobudur? Apakah kita sanggup membuat karya seni seperti wayang yang diikuti, dihayati, dan dikembangkan oleh banyak suku bangsa bahkan banyak negara?” Radhar mengingatkan.
Radhar menyatakan, kebudayaan adalah dunia abstrak yang berisi etik, estetika, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi kesepakatan kolektif, konsensus. Yaitu konsensus bagaimana manusia bisa menyiasati hidup dan sekitarnya supaya manusia dapat survive.
Acara diskusi “Dialog Rakyat untuk Bangsa” dihadiri masyarakat umum, mahasiswa jurusan sosiologi, kader dan simpatisan Partai Demokrat, serta insan pers. (TeamPD/Gs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar