Jakarta - Guna menjangkau anak-anak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas karena faktor ekonomi, drop out, keterbatasan akses, Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merencanakan pada Mei tahun 2014 meluncurkan Sekolah Menengah Terbuka Jarak Jauh. Sekolah ini mengutamakan prinsip belajar mandiri dengan bimbingan tatap muka dan online secara terbatas.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Achmad Jazzidie mengatakan, Sekolah Menengah Terbuka merupakan layanan khusus pada jalur formal yang diselenggarakan sekolah regular sebagai sekolah induk dan menjadi bagian dari sekolah regular tersebut.
“Dalam Peraturan Mendikbud No. 72 Tahun 2013 disebutkan, Sekolah Terbuka adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari sekolah induk yang menyelenggarakan pendidikannya menggunakan metode belajar mandiri,” ungkap Jazzidie dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (17/3).
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Achmad Jazzidie mengemukakan, Sekolah Menengah Terbuka Jarak Jauh akan diluncurkan pada bulan Mei 2014. Kemudian pada 1 Juli 2014 dimulai penerimaan siswa baru. Adapun implementasi rintisan tahun 2014 terdapat di lima sekolah, diantaranya SMA Negeri 1 Kepanjen, Malang, Jawa Timur, SMA Negeri 2 Padalarang, Jawa Barat, SMA Negeri 1 Gambut, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, SMA Negeri 12 Merangin, Jambi, dan SMA Negeri 1 Narmada, Mataram, NTB.
Pendaftaran Sekolah Menengah Terbuka atau SMA Terbuka dilakukan secara online, dan dapat pula dilakukan langsung ke sekolah induk.
“Kita akan mengoperasikan Sekolah Menengah Terbuka khusus SMA dengan memanfaatkan semaksimal mungkin teknologi informasi,” kata Jazzidie.
Ia menyebutkan, model penyelenggaraan Sekolah Menengah Terbuka dibagi menjadi tiga pengembangan, yaitu dominan online dengan persentase bimbingan online 80 persen dan bimbingan tatap muka 20 persen, balance online dan tatap muka dengan persentase bimbingan online 50 persen dan bimbingan tatap muka 50 persen, serta dominan.
Prioritas Kaum Dhuafa
Sementara itu Direktur Pembinaan PKLK Ditjen Pendidikan Menengah Kemdikbud Antonius Budi Priadi menambahkan, Sekolah Menengah Terbuka atau SMA Terbuka diprioritaskan untuk siswa yang memiliki ketidakmampuan ekonomi atau kaum Dhuafa, dan kesulitan secara geografis.
“Kaum Dhuafa diprioritaskan karena kita lihat anak tidak mampu sekolah karena biaya atau kendala faktor ekonomi, dan pendaftaran Sekolah Menengah Terbuka tidak dikenakan biaya,” papar Budi seraya menyebutkan, seluruh siswa yang berijasah SMP, terlebih siswa yang tak tertampung di SMA Negeri akan dapat mendaftarkan diri.
Selama mengikuti pendidikan, seluruh siswa akan mendapatkan beasiswa tiap tahun, sehingga jumlah penerimaan siswa dibatasi sebesar 200 siswa persekolah di awal pendirian.
Budi menjelaskan, sebelum dimulai proses belajar siswa Sekolah Menengah Terbuka akan dikumpulkan, diberitahu tata caranya seperti apa, cara membuka dengan kode seperti apa. “Sehingga tidak dapat dibuka oleh semua orang karena terdapat kode tersendiri, dan kejujuran sangat penting,” kata Budi.
Ditambahkannya, setiap siswa SMA terbuka dari berbagai titik bisa mengakses materi pelajaran yang ditawarkan dari mana saja di sekolah induk, dengan proses pembelajaran seperti yang diterapkan di Universitas Terbuka. Selain itu, juga terdapat unit kegiatan belajar jarak jauh yang ada di setiap sekolah induk. “Namun pada saat ujian siswa harus hadir atau tatap muka di sekolah induk,” ujar Budi.
Untuk penyelenggaraan Sekolah Menengah Terbuka ini, Kemdikbud mengalokasikan anggaran sebesar Rp 650 juta untuk sekolah induk yang melaksanakan Sekolah Menengah Terbuka ini. Anggaran tersebut akan digunakan mencakup manajemen sekolah, beasiswa bagi para siswa, dan fasilitasi Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kepala Subdit Program Pendidikan Khusus Layanan Khusus Dirjen Dikmen Lilik Sulistiyowati menjabarkan, sebesar Rp 200 juta dari dana tersebut akan digunakan untuk pemasangan jaringan internet di tiap sekolah rintisan per tahun, Rp 102 juta untuk pengelolaan manajemen sekolah, dan Rp 1.240.000 per siswa tiap tahun untuk beasiswa para siswa. Oleh karena rintisan, SMA ini baru akan menerima sekitar 200 peserta didik.“Jadi, Rp 1.240.000 akan dikalikan sekitar 200 siswa,” jelas Lilik. (websitesetkab/TeamPD/Gs)