Jumat, 28 Maret 2014

Presiden SBY Tandatangani Surat Permohonan Pembebasan Satinah

Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Rabu (26/3) telah menandatangani surat permohonan pembebasan dari eksekusi hukuman bagi Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin (40 tahun), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya Nurah binti Muhammad Al Gharib (70 tahun). Surat tersebut ditujukan kepada Raja Arab Saudi.
“Salah tidak salah kalau saudara kita terancam hukuman mati, kita wajib beriktiar untuk membebaskan dari hukuman mati,” kata Presiden dalam pengantar Ratas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/3).
Untuk membebaskan Satinah, menurut Presiden, pemerintahmasih terus melakukan negosiasi terkait besarnya tebusan atau diyat yang dimintakan ahli waris keluarga almarhum sebesar 7 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 20 miliar. Sejauh ini, pemerintah sudah menitipkan uang diyat itu sebesar 4 juta riyal atau Rp 12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan Satinah.
Sebelum ini, terkait dengan kasus yang dialami Satinah ini, Presiden SBY juga pernah dua kali menulis surat permohonan kepada Raja Arab Saudi sehingga hukumannya diringankan dari hukuman mati mutlak (had ghillah) menjadi hukuman mati dengan qishas dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat).
Selain itu, tenggat waktu vonis mati Satinah pada Agustus 2011 telah diperpanjang hingga 5 (lima) kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014, dan 5 April 2014.
Pemerintah, tandas Presiden, sudah menetapkan kebijakan tegas akan melakukan segala upaya untuk memohon pengampunan bagi WNI yang dihukum.
“Saya selalu mengirim surat, bahkan surat-surat itu berkali-kali saya kirim kepada presiden, perdana menteri, sultan, juga raja. Bahkan saya sering menelepon atau bertemu langsung untuk memohon pengampunan saudara kita namanya X meskipun dia saudara kita melakukan kejahatan berat,” kata Presiden.
Presiden SBY menegaskan, rakyat Indonesia harus tahu kebijakan pemerintah selanjutnya apakah harus terus mengeluarkan uang tebusan itu.Untuk itu, Presiden meminta jajarannya menyampaikan informasi yang sebenarnya, duduk persoalan yang dialamai WNI di luar negeri.
Kepada semua pihak yang terkait, Presiden juga meminta untuk menggalakkan sosialisasi pentingnya pemahaman hukum bagi para WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri, agar tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum sekecil apapun.
Agenda rapat terbatas yakni Upaya Perlindungan dan Bantuan HukumYang tinggal dan Bekerja di Luar Negeri.  Perlindungan dan bantuan hukum itu, menurut Presiden, bukan hanya berlaku bagi  WNI yang berstatus sebagai tenaga kerja , tapi  semua WNI.
Presiden menjelaskan, sampai saat ini pemerintah sudah membebaskan lebih dari 176 WNI yang terancam hukuman di luar hegeri, termasuk hukuman mati. Dan pemerintah masih terus mengupayakan pembebasan bagi sekitar 246 WNI lainnya yang menghadapi ancaman serupa.

“Kasus yang terakhir adalah saudari kita yang bekerja di Hongkong. Saya mengerti kalau masyarakat marah,. Tapi kadang-kadang masyarakat kurang mendapatkan informasi yang jelas, ketika ada WNI dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan yang akuntabel di suatu negara, itu seolah-olah tidak bersalah,” kata Presiden. (TeamPD/Gs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar