Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) pada Rabu (26/3) telah menandatangani surat permohonan pembebasan dari
eksekusi hukuman bagi Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin (40 tahun), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW
03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah,
yang dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya Nurah binti Muhammad Al
Gharib (70 tahun). Surat tersebut ditujukan kepada Raja Arab Saudi.
“Salah tidak
salah kalau saudara kita terancam hukuman mati, kita wajib beriktiar untuk
membebaskan dari hukuman mati,” kata Presiden dalam pengantar Ratas di Kantor
Presiden, Jakarta,
Rabu (26/3).
Untuk
membebaskan Satinah, menurut Presiden, pemerintahmasih terus melakukan
negosiasi terkait besarnya tebusan atau diyat yang dimintakan ahli waris
keluarga almarhum sebesar 7 juta riyal
Saudi atau sekitar Rp 20 miliar. Sejauh ini, pemerintah sudah menitipkan uang
diyat itu sebesar 4 juta riyal atau Rp 12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah
yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan Satinah.
Sebelum ini,
terkait dengan kasus yang dialami Satinah ini, Presiden SBY juga pernah dua
kali menulis surat permohonan kepada Raja Arab Saudi sehingga
hukumannya diringankan dari hukuman mati mutlak (had ghillah) menjadi
hukuman mati dengan qishas dengan peluang pemaafan melalui
mekanisme pembayaran uang darah (diyat).
Selain itu, tenggat waktu vonis mati
Satinah pada Agustus 2011 telah diperpanjang hingga 5 (lima) kali, yaitu
Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014, dan 5 April 2014.
Pemerintah, tandas Presiden, sudah
menetapkan kebijakan tegas akan melakukan segala upaya untuk memohon
pengampunan bagi WNI yang dihukum.
“Saya selalu mengirim surat, bahkan
surat-surat itu berkali-kali saya kirim kepada presiden, perdana menteri,
sultan, juga raja. Bahkan saya sering menelepon atau bertemu langsung untuk memohon
pengampunan saudara kita namanya X meskipun dia saudara kita melakukan
kejahatan berat,” kata Presiden.
Presiden SBY menegaskan, rakyat
Indonesia harus tahu kebijakan pemerintah selanjutnya apakah harus terus
mengeluarkan uang tebusan itu.Untuk itu, Presiden meminta jajarannya
menyampaikan informasi yang sebenarnya, duduk persoalan yang dialamai WNI di
luar negeri.
Kepada semua
pihak yang terkait, Presiden juga meminta untuk menggalakkan sosialisasi
pentingnya pemahaman hukum bagi para WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri, agar tidak melakukan tindakan
pelanggaran hukum sekecil apapun.
Agenda rapat terbatas yakni Upaya
Perlindungan dan Bantuan HukumYang tinggal dan Bekerja di Luar Negeri.
Perlindungan dan bantuan hukum itu, menurut Presiden, bukan hanya berlaku
bagi WNI yang berstatus sebagai tenaga kerja , tapi semua WNI.
Presiden menjelaskan, sampai saat ini
pemerintah sudah membebaskan lebih dari 176 WNI yang terancam hukuman di luar
hegeri, termasuk hukuman mati. Dan pemerintah masih terus mengupayakan
pembebasan bagi sekitar 246 WNI lainnya yang menghadapi ancaman serupa.
“Kasus yang terakhir adalah saudari
kita yang bekerja di Hongkong. Saya mengerti kalau masyarakat marah,. Tapi
kadang-kadang masyarakat kurang mendapatkan informasi yang jelas, ketika ada
WNI dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan yang akuntabel di suatu negara, itu
seolah-olah tidak bersalah,” kata Presiden. (TeamPD/Gs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar