Selasa, 25 Maret 2014

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Telah Tandatangani Perpres Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial

Jakarta - Atas dasar pertimbangan, bahwa pada konflik sosial, perempuan dan anak cenderung lebih rentan terhadap bentuk-bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, serta belum optimalnya perlindungan dan pemberdayaan untuk perempuan dan anak dalam konflik tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 7 Maret 2014 lalu, telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial.
“Perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik bertujuan untuk melindungi, menghormati, dan menjamin hak asasi perempuan dan anak dalam penanganan konflik,” bunyi Pasal 2 Perpres tersebut.
Perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik itu dilaksanakan oleh: a. Kementerian/lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya; dan b. Pemerintah daerah dengan melakukan upaya pencegahan untuk menghindari perempuan dan anak dari dampak situasi dan peristiwa konflik.
Upaya pencegahan itu dilakukan di antaranya dengan: a. Meningkatkan peran unit pelayanan perempuan dan anak untuk memberikan perlindungan perempuan dan anak dalam konflik; b. Mengadakan pelatihan dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam konflik; dan c. Memfasilitasi penambahan penyediaan ruang publik/ruang terbuka hijau kota untuk perempuan dan anak.
Termasuk dalam upaya pencegahan itu adalah upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap: a. Perempuan dan anak agar tidak mengalami kekerasan, dan b. Pembela hak asasi perempuan.
Adapun pelayanan khusus terhadap anak dalam konflik meliputi: a. Pengasuhan; b. Sarana bermain anak yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan; dan c. Rekreasi.
Melalui Perpres ini, Presiden SBY menegaskan, kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberdayakan perempuan dan anak dalam konflik sosial.
Pemberdayaan perempuan itu meliputi: a. Meningkatkan ketahanan hidup; b. Meningkatkan usaha ekonomi; dan c. Meningkatkan partisipasi perempuan sebagai pembangun, penengah dan perunding perdamaian.
“Meningkatkan ketahanan hidup sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memberikan bimbingan dan pendampingan untuk penguatan mental spiritual,” bunyi Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 ini.
Adapun pemberdayaan anak dalam konflik dimaksud meliputi upaya untuk meningkatkan pemahaman terhadap anak untuk tidak melakukan kekerasan dengan melaksanakan pendidikan damai dan keadilan gender.
Tim Koordinasi
Guna mengefektifkan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik, melalui Perpres No. 18/2014 itu, juga disusun rencana aksi nasional perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik. Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi nasional sebagaimana dimaksud akan diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Perpres ini juga menegaskan, untuk melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik di tingkat pusat dibentuk Tim Koordinasi Pusat, dengan susunan sebagai berikut:
Ketua: Menko Kesejahteraan Rakyat;
Wakil Ketua: Menko Polhukam;
Ketua Harian/Anggota: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
Anggota: 1. Mendagri; 2. Menteri Pertahanan; 3. Menteri Agama; 4. Menteri Hukum dan HAM; 5. Mendikbud; 6. Menteri Kesehatan; 7. Menteri Sosial; 8. Menakertrans; 9. Menteri Perdagangan; 10. Menkominfo; 11. Menkop UKM; 12. Menteri Perumahan Rakyat; 13. Menteri PDT; 14. Menteri Pekerjaan Umum; 15. Kapolri; 16. Jaksa Agung; dan 17. Panglima TNI.
Tugas Tim Koordinasi Pusat adalah: a. Melakukan koordinasi pelaksanaan program perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik; b. Melakukan advokasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan; dan c. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden.
“Tim Koordinasi Pusat melaksanakan rapat koordinasi pelaksanaan program kegiatan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam penanganan konflik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan,” bunyi Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 itu.
Dalam pelaksanaan tugas, Tim Koordinasi Pusat dibantu oleh kelompok kerja perlindungan dan pemberdayaan anak dalam konflik. Kelompok kerja ini merupakan wakil-wakil dari unsur pemerintah, organisasi kemasyarakatan, profesi, LSM, dan peneliti/akademisi.
Adapun di tingkat provinsi, gubernur bisa membentuk kelompok kerja perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak, yang bertugas melakukan koordinasi pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik di tingkat provinsi.
Kelompok kerja di tingkat provinsi itu terdiri atas unsur dinas terkait, instansi vertikal, penegak hukum, organisasi masyarakat, LSM, peneliti/akademisi, dan para tokoh agama, adat, masyarakat, dan penggiat perdamaian provinsi.
“Pendanaan yang diperlukan dalam pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik di masing-masing kementerian/lembaga, dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara masing-masing kementerian/lembaga,” bunyi Pasal 28 Ayat (1) Perpres ini.
Adapun pendanaan yang diperlukan dalam pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik di tingkat provinsi, dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi, sementara di tingkat kabupaten/kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 29 Perpres yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin pada 11 Maret 2014 itu. (TeamPD/Gs) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar